Senin, 20 Februari 2012

Sejarah Munculnya Tasawuf dan Sufi { 2 }

Memang mengenai asal-usul atau timbulnya sufisme dalam Islam. terdapat berbagai teori yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan pengaruh ajaran Kristen dengan faham menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri dalam biara-biara. Atau ajaran filsafat mistik Pythagoras untuk meninggalkan dunia dan pergi berkontemplasi juga dipandang mempengaruhi timbulnya zuhud dan sufisme dalam Islam.

Demikian pula filsafat emanasi Plotinus yang mengatakan bahwa wujud ini memancar dari zat Tuhan Yang Maha Esa. Roh berasal dari Tuhan, dan karena pengaruh dunia materi roh menjadi kotor, dan untuk dapat kembali ke alam asalnya roh terlebih dahulu harus dibersihkan dengan meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan sedekat mungkin, kafau bisa bersatu dengan Tuhan. Dikatakan, filsafat ini mempunyai pengaruh terhadap munculnya kaum wihdah al- wujud (manunggaling kawula-Gusti) dan sufi dalam Islam.

Bahkan ajaran Buddha dengan faham nirwananya dan ajaran Hinduisme yang mendorong manusia untuk meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Tan Brahman juga dianggap berpengaruh terhadap sufisme Islam. Namun penelitian modern telah membuktikan bahwa asal-usul sufisme tidak dapat dilacak hanya melalui satu lintasan tunggal saja. Sufisme adalah sesuatu yang rumit, tak ada jawaban yang bersahaja. Ada pengaruh-pengaruh non Islami, Nasrani, Neoplatonisme, Gynostisisme dan Buddhisme dan pengaruh eksternal itu bisa saja terjadi.

tetapi laku tasawuf itu sebenarnya telah inheren dalam ajaran Islam. Dalam Al Qur’an Tuhan menerangkan diri-Nya sebagai al- Dzahir (Lahir) dan yang al-Bathin (Batin). Karena itu. semua realitas dari dunia ini juga memilki aspek lahir (eksoteris) dan batin (esoteris). Dalam Islam dimensi batin atau esoteris dari wahyu ini sebagian besar berhubungan dengan tasawuf.

Maka dari sudut pandang Islam; Tasawuf seperti al-din atau al-Islam dalam pengertiannya yang universal adalah abadi dan sekaligus universal. Hal ini tidak berarti bahwa adalah mungkin melaksanakan tasawuf di luar kerangka Islam. Tasawuf yang bisa dilaksanakan secara sah harus merupakan sesuatu yang bersumber dari wahyu AI-Qur’an. Seseorang tidak dapat melaksanakan esoterisme Buddha dalam konteks syariat Islam atau sebaliknya.

Dan kalau ada persamaan antara ajaran tasawuf dengan ajaran agama lain; baik dengan ajaran agama samawi (seperti, Yahudi dan Kristen) atau non samawi (seperti, Hindu dan Budha) itu adalah sesuatu hal yang tidak mustahil terjadi. Ajaran Islam saja dengan ajaran samawi lainnya bukankah memilki kesamaan sumber, yaitu sama- sama bersumber dari Allah SWT, bukankah ibadah dalam Islam seperti khitan, kurban, haji, puasa dan lain-lain adalah warisan dari ibadah umat terdahulu.

Adapun adanya persamaan ajaran tasawuf dengan ajaran agama non samawi itu adalah sebuah kebetulan saja; bukankah cara berpakaian para biksu agama Budha sama persis dengan orang yang sedang berpakaian kain ihram untuk ibadah haji atau umrah, yaitu sama-sama dari dua helai kain tidak berjait dan sama-sama membuka lengan kanan dalam memakainya, walau ada perbedaan tapi dari warna kainnya saja.
Lalu apakah langsung kita katakan bahwa haji dan umrah adalah dipengaruhi ajaran Budha?

Lalu siapakah yang di maksud para sufi atau mutasawwif pada zaman sekarang ini? Ada analisa dan ungkapan menarik dan sederhana yang disampaikan Syekh Yusuf al-Rifai dalam bukunya ketika mendiskripsikan siapakah yang bisa di sebut sufi pada masa ini. Beliau menulis dalam pengantar bukunya al-Sufiyah wa al-Tasawwuf fi Dlau al-Kitab wa al- Sunnah sebagai berikut;
“Julukan sufi, jika dimutlakkan pada zaman sekarang ini, maka yang dimaksud adalah mayoritas kaum muslimin yang bertaqlid pada salah satu Imam empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) dalam masalah al-Furu’ (mazhab fiqh) dan secara ushul (aqidah) mengikuti pada salah satu dari beberapa ulama salaf yang salih, maka sebagian mereka berpegang teguh pada prinsip teologi Imam Abu Hasan al-Asy’ari yang menjadi pegangan hampir sebagian besar golongan ahlus sunnah wal jama’ah di hampir seluruh penjuru dunia. Prinsip ajaran mazhab ahlus sunnah wal jama’ah ini (yang bermazhab fiqh pada salah satu Imam empat mazhab dan berteologi dengan teologi Asy’ariyyah) adalah ajaran yang sampai sekarang di ajarkan dan dipraktekkan di hampir sebagian besar negara Islam, seperti Universitas al-Azhar Mesir, kecuali lembaga-lembaga pendidikan Islam di negara Saudi Arabia atau negara lain yang dalam naungan dan bantuan saudi Arabia yang berpegangan pada prinsip ajaran Islam yang digagas oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya (Wahhabiyyah) yang menamakan diri dengan nama “al-Da’wah al-Salafiyyyah”. Identitas sufi atau sufiyyah pada zaman ini juga identik dengan kaum muslimin yang merayakan peringatan-peringatan hari besar Islam bahkan menjadi hari libur nasional, seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ mi’raj dan lain-lain. Di samping itu mereka tetap menjaga tradisi ziarah kubur ke makam Nabi Muhammad SAW setelah atau sebelum ibadah haji, mengkhatamkan al- Qur’an saat ada ...

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2011 Ahbabul Musthofa. Powered by Blogger
Blogger by Blogger Templates WP by Wpthemescreator